Ia mencontohkan ada pabrik PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang yang berusia 38 tahun (berdiri tahun 1974) masih beroperasi dengan konsumsi gas sebesar 35 mmbtu/ton. Padahal pabrik baru hanya mengkonsumsi gas sebesar 25 mmbtu/ton. Oleh karena itu, pihaknya berencana membangun pabrik pupuk Pusri 2B yang kini dalam persiapan tender.
PIHC juga berencana membangun pabrik baru untuk pupuk urea di Gresik (PT Petrokimia Gresik) dan Bojonegoro (PT Pupuk Kujang), Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhan pupuk di Pulau Jawa, yang selama ini dipasok dari PT Pusri Palembang dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT).
Selain Jatim dan Sumsel, PIHC juga berencana membangun pabrik pupuk dengan kapasitas dua juta ton di Tangguh, Papua Barat, dengan investasi US$1,8 miliar. "Pembangunan pabrik baru juga penting untuk mengantisipasi permintaan pupuk yang terus meningkat," kata di Jakarta, Minggu (13/5).
Namun, diakui Arifin, rencana pembangunan pabrik tersebut masih terkendala oleh ketidakpastian pasokan gas. "Kami mengharapkan dapat pasokan gas dari Exxon di Cepu untuk dua pabrik urea baru di Bojonegoro dan Gresik. Bila masalah pasokan gas mendapat kepastian, maka pembangunan pabrik pupuk bisa segera direalisasikan. Kami sudah meminta pasokan tersebut sejak tahun 2003," katanya.
Demikian pula untuk pabrik pupuk urea di Tangguh, masih menunggu kepastian pasokan gas. (*)