Reporter : Deni Ali Setiono
Sampah selalu menjadi masalah. Di samping mengganggu keindahan, sampah juga menjadi sarang berbagai penyakit, bahkan bisa mengakibatkan banjir. Namun, ibu-ibu PKK Dusun Meduran, Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik punya cara kreatif dan efektif untuk mengatasi masalah ini.
Berawal dari kesadaran individu, ibu-ibu PKK ini mulai mengumpulkan
sampah dari kampung maupun rumahnya sendiri. Semula ibu-ibu PKK dari Desa Romoo
kewalahan mengumpulkan sampah yang jumlahnya cukup berjibun. Dalam hitungan hari
sedikitnya ada 75 meter kubik sampah yang dikumpulkan. Karena jumlahnya cukup
banyak, mereka meminta bantuan ke PT Petrokimia Gresik (PG) berupa tong
sampah.
Adalah Siti Fitriyah, ibu dua anak, yang sekarang menjadi pioner
warga Desa Romoo, Kecamatan Manyar sekaligus penggagas pengolahan sampah kreatif
dan efektif. "Kami sempat bingung mau dikemanakan sampah-sampah ini. Sebab,
bentuk sampahnya masih campur aduk," ujar Siti Fitriyah, salah satu ibu PKK Desa
Romoo yang saat ini menjabat Marketing Bank Sampah Meduran Bersatu kepada
beritajatim.com, Rabu (27/06/2012).
Setelah mendapat
bantuan berupa tong sampah, ibu-ibu PKK yang berjumlah 14 orang hanya memiliki
bekal mengelola sampah dengan cara komposting. Namun, di tengah perjalanan cara
tersebut dianggap kurang kreatif. Pasalnya, komposting hanya diperuntukkan bagi
tanaman karena hanya bisa dijadikan pupuk organik saja.
Sedangkan sampah
lainnya, seperti bekas botol minuman, botol sirup, kaleng besi, seng, panci
stainless, paralon bekas, dan kaleng aluminium tidak dapat didaur ulang menjadi
komposting. Berangkat dari sinilah, ibu-ibu PKK Desa Romoo mulai menuangkan
idenya dengan memilah-milah sampah yang dibuang atau tidak terpakai. Dikumpulkan
di satu tempat untuk dijadikan aksesoris, baik berupa tas, dompet, maupun taplak
meja.
"Dari ide inilah kami mencoba mendirikan Bank Sampah sebagai tempat
pengumpulan sampah yang tidak terpakai untuk komposting dibuat aksesoris," kata
Siti Fitriyah. Tahap awal, untuk pengumpulan sampah sebelum dipilah-pilah.
Ibu-ibu PKK Desa Romoo memanfaatkan jasa pengangkutan melalui pihak ketiga.
Namun, karena dianggap high cost (biaya tinggi), Siti Fitriyah dibantu
Sekretaris Bank Sampah Meduran Bersatu, Ibu Kartini terjun langsung mengumpulkan
sampah dari kampung ke kampung.
"Untuk penanganan ini kami bermitra
dengan manajemen PT PG. Tanpa banyak persyaratan dibantu pendirian Bank Sampah
plus beserta fasilitasnya," kata Siti Fitriyah. Selain dibantu fasilitas berupa
kantor, manajemen PT PG melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL)
juga membantu mesin jahit yang digunakan untuk menjahit aksesoris dari sampah
organik. Maklum, saat belum ada mesin jahit, sebagian besar ibu-ibu PKK yang
akan mengerjakan aksesoris dari bekas sedotan minuman maupun taplak meja dari
bungkus detergen dan sabun. Cara pengerjaannya dijahit dengan
tangan.
Bagi Siti Fitriyah dan ibu-ibu PKK yang lain, keberadaan Bank
Sampah sangat positif. Sebab, secara tidak langsung hal itu menekan pembuangan
sampah hingga 15 persen. Manfaat lainnya sampah-sampah yang semula berserakan di
Dusun Meduran, Desa Romoo, Kecamatan Manyar kini hilang dan bersih. Bahkan, saat
ini sampah itu ada ada harganya. Selain itu, Bank Sampah bisa dijadikan
pemberdayaan warganya. Sebagai wujud konkretnya, Bank Sampah Meduran Bersatu
juga membeli setiap harga sampah yang akan dibuang warga Gresik. Harga yang
ditawarkan bervariasi mulai dari termurah Rp 300 (sampah kresek) hingga harga Rp
55.000 untuk sampah tembaga. Tidak hanya itu, para penyetor sampah (nasabah)
juga diberi buku tabungan Bank Sampah. Melalui buku tabungan, warga tidak
dipusingkan lagi membuang sampah. Sebab, hal itu sudah ada yang menangani karena
tiap barang yang bisa dimanfaatkan dinilai sesuai harganya. "Tiap bulan warga
yang menjual ke kami mendapat keuntungan Rp 60 ribu," tandas Siti
Fitriyah.
Diakui Siti Fitriyah, dia berharap keberadaan Bank Sampah
Meduran Bersatu bisa eksist. Sebab, sebelum bank yang dikelolanya ada, di Gresik
telah berdiri 13 Bank Sampah. Tapi, ke semua Bank Sampah tersebut telah mati
suri dan tidak jelas keberadaannya. "Harapan kami dengan binaan dari PT PG bisa
terus eksist dan syukur-syukur bisa terkenal," tuturnya.
Impian Siti
Fitriyah dan ibu-ibu PKK yang lain telah menjadi kenyataan. Pasalnya, Bank
Sampah Meduran Bersatu telah menjadi pusat belajar bagi sekolah adiwiyata
se-Kabupaten Gresik. Di samping itu, tempat tersebut menjadi tempat tujuan bagi
masyarakat yang berkeinginan mengelola sampah.
Menurut Manajer Humas PT
PG, Dupi Madya Ardiono, konsep Bank Sampah merupakan suatu metode yang efektif
merubah paradigma masyarakat, khususnya yang berada di ring satu PT PG. "Selama
ini kita memandang bahwa sampah sama sekali tidak berguna, padahal justru
sebaliknya. Jika dikelola dengan baik maka sampah dapat menghasilkan nilai
tambah," ujarnya.
Untuk mendukung keberadaan Bank Sampah Meduran Bersatu
agar tetap eksist, Dupi Madya Ardiono menjelaskan, agar pengelolaannya tidak
kering ide. Manajemen PT PG bekerja sama dengan pihak ketiga untuk men-training
para ibu-ibu PKK agar bisa berkreasi dan menciptakan barang bekas (sampah)
menjadi barang bernilai. "Yang kita tanamkan di sini jangan komersial dulu.
Tapi, lebih mengedepankan militansi. Kalau sudah besar dan terkenal, tentu yang
menikmati adalah warga sendiri," katanya mengingatkan.
[air/dny]