Gizi buruk masih mewabah, paradigma ketahanan pangan kudu diubah

03 Oktober 2014 07:25 / http://www.merdeka.com / 5580x dilihat

Merdeka.com - Pemerintah dinilai perlu mengubah paradigma ketahanan pangan yang sudah digenggam menahun. Sebab, paradigma lama hanya fokus pada swasembada beras ternyata tak berhasil menekan jumlah penderita gizi buruk di Tanah Air.

"Kita lihat hambatan ketahanan pangan ada pada masalah distribusi dan daya beli. Capaian ketahanan pangan selama ini belum berdampak pada kondisi ketahanan jasmani masyarakat," kata Peneliti Utama Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Kementerian Pertanian Achmad Suryana dalam seminar "Refleksi 12 Tahun Ketahanan Pangan Indonesia", Jakarta, Kamis (2/10).

Menurut Achmad, pemerintah berhasil menggenjot produksi beras mengimbangi pertumbuhan jumlah penduduk. Sayang, keberhasilan itu tak menular ke produksi tanaman pangan lainnya.

"Tapi keberhasilan di padi tidak tertolong dengan penaikan produksi tanaman pangan sekunder, kecuali jagung," ujarnya.

Achmad mengungkapkan data historis yang menunjukkan kesuksesan pemerintah meningkatkan produksi beras. Dimulai pada masa kolonial Belanda, tepatnya1931, produksi beras nasional 3,5 juta ton. Itu mencakup ketersediaan beras 58,4 kilogram per kapita.

Pada Orde Lama, kecukupan beras naik menjadi 12 kilogram per kapita ketika penduduk sudah berjumlah 77 juta jiwa. Pemerintah Orde Baru melanjutkan keberhasilan dengan meningkatkan kecukupan beras menjadi sebesar 164 kilogram per kapita.

Belum selesai sampai disitu. Ketersedian beras terus melonjak hingga mencapai 285 kilogram per kapita dalam 12 tahun terakhir pascareformasi.

Kecuali jagung, fenomena peningkatan produksi tak terjadi pada komoditas pangan pokok lain. Dalam 12 tahun terakhir, produksi jagung meningkat dari 9,6 juta ton menjadi 18 juta ton.

"Tapi kita lihat kedelai anjlok menjadi 3,1 kilogram per kapita, produksi cuma 780 ribu ton. Demikian pula ubi tanah dan ubi kayu," ungkap Achmad.

Dampaknya, program ketahanan pangan yang dicanangkan sejak 2002 tidak menghasilkan perbaikan gizi masyarakat. Data 2011-2013 menunjukkan jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi masih di level 5 persen dan 11,9 persen.

Kemudian, 35 persen anak di bawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Rendahnya kualitas gizi masyarakat pada gilirannya bakal menyulitkan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan.

Staf Ahli Menteri Pertanian Pantjar Simatupang menambahkan, total surplus beras 2011-2013 mencapai 26 juta ton. Namun, itu tak berhasil mengurangi jumlah penderita gizi buruk.

"Kita terperangkap paradoks. Melimpah, tapi ada kelaparan tersembunyi, konsumsi energi dan protein tidak mencukupi," cetusnya.

Untuk itu, perlu ada perubahan paradigma ketahanan pangan. pemerintah harus memikirkan diversifikasi dan kemudahan akses pangan.

"Agendanya bagaimana kita fokus membuka akses pangan kepada yang berhak dan produksi bisa berimbang," kata Pantjar.

[yud]

http://www.merdeka.com/uang/gizi-buruk-masih-mewabah-paradigma-ketahanan-pangan-kudu-diubah.html

Berita Terbaru

26 Apr 2025
16 Apr 2025
Hadirkan Megawati, PBV Petrokimia Gresik Semakin Optimis Hadapi Final Four & Grand Final Proliga 2025
16 April 2025 15:03 / Komunikasi Korporat PG / 5x dilihat
11 Apr 2025
Lebaran Tenang, Musim Tanam Aman, Wakil Bupati Gresik Apresiasi Petrokimia Gresik atas Ketersediaan Pupuk
11 April 2025 14:54 / Komunikasi Korporat PG / 7x dilihat
29 Mar 2025
tautan
kontak

Pusat Layanan Pelanggan

0800.1008001 (bebas pulsa)

08119918001 SMS/WHATSAPP

konsumen@pupuk-indonesia.com


Hubungi Kami

Silakan isi form di bawah ini untuk mengirim pertanyaan, kritik atau saran tentang PT Petrokimia Gresik.

Info Personal

Pesan