"Tahun 2012 10,5 juta ton. Kementan mintanya naik terus setiap tahun. Tahun 2011 itu 8,5 juta ton," ujar Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Arifin Tasrif ketika ditemui dalam acara peresmian nama baru Pusri Holding menjadi Pusri Indonesia Holding Company di Plaza Pupuk Kaltim, Jakarta, Rabu (18/4).
Ia mengakui kebocoran dalam distribusi pupuk bersubsidi masih sering terjadi. Meski demikian, pihaknya tidak memiliki angka pasti berapa banyak perembesan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperkecil jumlah perembesan antara lain dengan memberi warna yang berbeda pupuk urea bersubsidi dan tidak bersubsidi mulai tahun lalu. "Memang ada yang rembes-rembes, tapi jumlahnya tidak signifikan. Dengan pupuk yang diwarnain itu bisa dibedakan antara subsidi dan yang tidak," jelas Arifin.
Contoh perembesan yang terjadi adalah ketika pupuk urea bersubsidi warna pink yang masuk ke rayon (wilayah kerja) lain yang bukan menjadi wilayah pendistribusian produsen pupuk tersebut. maka dari itu, pemerintah juga akan akan memperbaiki sistem distribusi pupuk bersubsidi yang selama ini menggunakan sistem tertutup dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Lebih jauh Arifin mengatakan pada sejak dicanangkan program pupuk subsidi pada tahun 2003, produktivitas produk pertanian semakin meningkat. Seperti contohnya produktivitas padi yang pada tahun 2003 hanya 52 juta ton, pada tahun 2011 naik signifikan menjadi 65 juta ton.
Sama halnya dengan produksi jagung. Pada tahun 2003 hanya dapat diproduksi 10 juta ton, tapi seiring diberlakukannya program subsidi pupuk ini, pada tahun 2011 produksinya naik menjadi 18 juta ton.
"Ini menandakan program subsidi yang dilakukan pemerintah berhasil dan keberadaan pupuk subsidi memotivasi petani lakukan kegiatan produksi," ujarnya.
Sejak 2003 hingga 2011, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 77 triliun untuk program pupuk subsidi ini. Pada tahun 2011 alokasi dana untuk pupuk mencapai Rp 16 triliun, naik dari anggaran tahun sebelumnya yang hanya Rp 14 triliun. (AI/X-13)
Har.