sahabatpetani.com – Mberek atau mengantar kerbau ke sawah untuk membajak lahan, dilakukan Mundawan sejak kelas 5 sekolah dasar hingga remaja. Aktivitas tersebut biasa dilakukan oleh anak petani di desa Jiken, kecamatan Jiken, Blora, mulai pukul 04.00. “Membajak sawah dengan menggunakan kerbau, harus selesai sebelum jam delapan pagi. Sebab jika melebihi jam tersebut, sinar matahari mulai terasa panas dan kerbau tidak kuat lagi bekerja,” kenangnya.
Orang tua Mundawan terhitung petani yang punya lahan luas. Sawah yang mereka garap lebih dari 5 hektar. Agar cepat selesai, 12 ekor kerbau milik bapaknya dikerahkan semua untuk menanganinya. “Kakak saya gengsi, malu pada teman-temannya,” kata anak ke 4 dari 6 bersaudara itu. Maka mau tidak mau, Mundawan kecil lah yang mengurusi kerbau-kerbau itu.
Mungkin karena pengalaman masa kecil yang kurang mengenakkan berkaitan dengan pertanian, dia tidak mau hidup di desa dan menjadi petani.Setelah lulus SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas, sekarang SMK) tahun 1994, lelaki kelahiran 31 oktober 1974 ini bertekad untuk merantau ke kota besar.
“Selain itu, karena orang tua saya tidak mau membiayai kuliah, padahal dua kakak saya semuanya dikuliahkan.. Mungkin karena semasa SMEA saya sering menggelapkan uang sekolah. Saya dulu memang nakal, pernah karena tidak dibelikan sepatu bola, saya mencuri gabah di gudang bapak saya. Tidak tanggung-tanggung, beratnya hampir 1 ton,” ujarnya sambil tersenyum
Karena tidak ada perbaikan nasib setelah merantau ke Surabaya dan Jakarta, dia memutuskan untuk pergi ke Hong Kong. Tentu saja orang tuanya panik, tidak pernah membayangkan anaknya akan merantau jauh ke negeri orang. “Tapi saya tetap ngotot, bapak akhirnya menjual seekor kerbaunya untuk membiayai,” kisahnya.
Sebelum berangkat menjadi TKI, Mundawan yang saat itu sudah lulus les komputer, ditawari salah seorang seniornya untuk bergabung di KUD. Wargo Tani Makmur, Jiken. Gaji yang ditawarkan hanya Rp. 75 ribu. Sangat kecil, tapi dia menerima tawaran itu.
“Saat itu KUD punya beberapa komputer, tapi tidak ada yang bisa mengoperasikan. Karena saya mampu, maka saya mencoba untuk membantu. Saya juga melihat, dengan menjadi karyawan KUD, saya akan bisa membangun jaringan, siapa tahu kelak punya usaha di bidang pertanian,” paparnya.
Prediksinya terbukti, suami Eny Wulandari itu bisa membangun jaringan usaha dan mendapatkan beberapa proyek. Dari hasil usahanya itu, Mundawan membeli sebidang tanah yang cukup luas, membangun rumah, dan membuka kios pertanian. “Saya resmi menjadi Kios Petrokimia Gresik sejak tahun 2003, saya beri nama UD Pratama Makmur,” terangnya.
Selain kios, bapak 2 anak ini juga melakukan budidaya berbagai komoditas di lahan warisan orang tuanya. Lahan seluas satu hektar itu ditanami melon, cabai, pepaya, dan jambu kristal. Komoditas yang ditanamnya dirawat dengan baik. Untuk pupuk, sejak awal 2017 Mundawan sudah mengaplikasikan PHONSKA Plus.
“Memang PHONSKA Plus terbukti bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas panen berbagai komoditas yang saya tanam. Misalnya saja jambu kristal, dalam satu pohon sekali panen sebelumnya hanya menghasilkan 20 kilogram. Dengan PHONSKA Plus panen satu pohon bisa mencapai 35 kilogram, rasanya pun lebih renyah. Harga PHONSKA Plus juga lebih murah, dibanding NPK non subsidi merk lain,” jelas Mundawan.
Tidak hanya budidaya hortukultura, lelaki yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Pengadaan di KUD Wargo Tani Makmur itu juga beternak sapi. Saat ini jumlah sapinya sudah mencapai 7 ekor. Untuk membekali pengetahuan dalam beternak sapi, Mundawan mengikuti pelatihan yang diadakan CSR PT Petrokimia Gresik.
Dengan pelatihan, Mundawan mendapatkan banyak pengetahuan tentang budidaya sapi. Dia juga diajak untuk studi banding ke peternak Magetan yang sudah berhasil. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam budidaya sapi, menurutnya, adalah kualitas pakan dan peran probiotik.
“Peran probiotik pada sapi sangat signifikan. Saya sudah membuktikan dengan memberikan Petro Biofeed, probiotik produksi PT Petrokimia Gresik. Hasilnya luar biasa, nafsu makan sapi menjadi meningkat, sehingga lebih cepat gemuk. Kotoran sapi juga tidak berbau, sehingga ketika saya timbun untuk pupuk kandang, aromanya tidak mencemari lingkungan,” pungkasnya (Made Wirya).