Dirut PG: Be Yourself!

11 April 2017 10:21 / PG Public Relation / 7490x viewed

Be yourself! Salah satu pesan yang disampaikan Direktur Utama (Dirut) PT Petrokimia Gresik (PG), Nugroho Christijanto saat menjadi pembicara dalam acara Leader Cafe. Acara yang digelar Departemen Pengembangan SDM PT Petrokimia Gresik (PG) di Auditorium Diklat, Senin 10 April 2017. Bertajuk "The Journey of Softskills and Character Building of Ir. Nugroho Christijanto" merupakan sharing experience.

Acara dikemas dengan santai. Narasumber ngobrol bersama dengan dua pembawa acara, serta menjawab pertanyaan dari audiens. Properti didesain ala kafe. Peserta yang hadir pun bisa sekaligus menikmati kopi atau makanan ringan yang disajikan. Digelar dalam rangka menambah pengetahuan karyawan tentang soft skill dan life skill dalam menjalani pekerjaan di perusahaan. Tokoh yang dihadirkan diharapkan bisa memotivasi karyawan dan menjadi role model dalam berkarir di PG.

Tokoh yang pertama didatangkan dalam acara ini adalah Dirut PG, Nugroho Christijanto. Pertama kali mengetahui ada program ini, Dirut mengaku surprise, lantaran program model ini baru di PG.

"Apa yang dihadapi karyawan saat ini, berbeda dengan masa Direksi dulu. Sehingga kesempatan seperti ini harus dicoba, karena momen ini sangat langka," ujar Dirut membuka percakapan.

Dirut mengawali ceritanya dengan mengaku kurang pergaulan (kuper) di masa anak-anak, kurang berani tampil di hadapan banyak orang.

Kondisi ini terjadi lantaran sejak kecil tumbuh di lingkungan yang sangat ketat dengan aturan, sehingga kreativitasnya pun harus dipertimbangkan, apakah menyalahi aturan atau tidak. Jadi keluwesan Dirut untuk tampil di depan publik tidak original didapat, melainkan dilatih.

Gemblengan itu dimulai saat Ayah Dirut meminta untuk mengikuti kegiatan Pramuka. Sejak Kelas III Sekolah Dasar (SD) Dirut mengikuti Pramuka.

Kebetulan model pembelajaran Pembina Pramuka sangat berbeda dengan yang didapat di keluarga. Pembina memfasilitasi anaknya untuk banyak hal, sehingga sedikit demi sedikit keberanian itu mulai muncul.

Kegiatan Pramuka diikuti Dirut hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kelas I SMP mengikuti jambore daerah hingga nasional di Cibubur.

Terkait kenakalan dalam konteks kenakalan anak-anak, disampaikan Dirut, setiap orang pasti memiliki sisi itu. Di bangku SD dan SMP, Dirut belajar di sekolah Katolik dengan kedisiplinan yang cukup tinggi. Tidak ada jam kosong, sebab selalu diisi oleh guru lain jika guru utama berhalangan mengajar.

Kondisi itu berbeda saat Dirut mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Jogjakarta. Ketika ada jam kosong pulangnya menjadi lebih maju, Dirut lama kelamaan mengaku menikmatinya, sehingga waktu kosong itu dibuat ngelencer ke Kali Urang atau tempat hiburan lain di Kota Gudeg.

Cerita kenakalan dilanjutkan Dirut, saat Ia diperlihatkan foto bergambar tebu yang diangkut di atas truk. Sambil terkekeh Dirut membuka kesenangannya saat masih anak-anak mengambil tebu di atas lori tanpa izin.

"Manisnya tebu dimanapun sama saja, tapi proses mendapatkannya yang membuat lebih nikmat," ungkap Dirut disambut dengan gelak tawa para audiens.

Selain mengambil tebu, Dirut juga mengaku sering nggandol lori hanya karena ingin tahu dibawa ke mana tebu-tebu tersebut. Meskipun harus pulang dengan jalan kaki jauh. Ini semata karena rasa ingin tahu, tebu itu menuju kemana.

Selain bercerita kenakalan masa anak-anak, Dirut juga mengaku memiliki kemampuan di atas rata-rata, menyelesaikan soal selalu dengan nilai baik saat SD.

Suatu ketika ada ujian di SD. Siswa yang mendapat nilai di bawah lima harus maju untuk dihukum. Separuh kelas pun dihukum.

Membuat Dirut penasaran, temannya yang mendapat nilai jelek, disuruh ambil kerikil, diminta berlutut di atas kerikil itu. Lantaran penasaran, saat ujian kembali, Dirut sengaja tidak mengerjakan supaya mendapat hukuman.

"Dari situ saya mengetahui jika hukuman itu sangat menyakitkan. Satu pelajaran yang bisa diambil, jika tidak ingin kesakitan maka belajarlah dengan giat," tandas Dirut.

Di bangku SD dan SMP Dirut mengaku tidak pernah takut untuk tidak naik kelas, tapi hanya ketakutan rangkingnya turun. Hal ini berbeda saat SMA. Karena temannya di SMA merupakan kumpulan dari siswa terbaik dari Jawa Tengah, sehingga mulai muncul kekhawatiran tidak naik kelas.

Dipilih SMA Negeri 1 Jogjakarta karena keluarga besar Dirut banyak yang sekolah di sana, dan berhasil di dunia kerja. Akhirnya sekolah di sana menjadi rujukan keluarga besar.

"Pengumuman penerimaan bertepatan dengan gerhana matahari total tahun 1983. Nama muncul sesuai ranking, berada di urutan tiga paling terakhir," kenang Dirut yang Lahir di Cepu, 22 Mei 1968 itu.

Di hasil middle semester muncul nilai merah dari empat mata pelajaran, salah satunya Kimia. Ayah dari Dirut pun marah, apalagi sang Ayah juga seorang Guru Kimia di salah satu SMA di Cepu. Tapi dengan belajar tekun, nilai merah pada semester I pun hilang.

Sang Ayah menjadi sosok yang paling berperan dalam kehidupan Dirut. Saat itu sang Ayah berpesan jika ingin masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes (jalur undangan, Red), grafik nilai di SMA harus naik terus.

"Itu dari pengalaman Ayah saya sebagai guru. Padahal masa SMA nakal-nakalnya anak. Hal itu saya ugemi, dan nilai saya pun berhasil naik," tandasnya.

Dua minggu sebelum mengisi formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi, ada mahasiswa Teknik Kimia yang magang di Cepu dan menginap di rumah Dirut. Mahasiswa inilah yang menjadi titik penentu jalan hidup Dirut sekarang.

Saat bertanya ke mahasiswa itu, jawaban yang diberikan sangat berbeda dengan yang dibayangkan. Di Teknik Kimia tak hanya belajar kimia, tapi juga belajar mesin, listrik, dan lainnya. Jadi sangat komplit

Dirut pun yakin pada Jurusan Teknik Kimia, akhirnya di formulir pendaftaran memilih Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi angan-angan utama dan Teknik Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dirut pun berhasil lolos di ITB. Saat itu pesan dari Ayah sangat sederhana, "Ketika kawan-kawanmu lulus, kamu harus juga lulus. Dan jika kawan-kawan tidak lulus, kamu tetap harus lulus."

Total peserta yang daftar ke PG dari ITB saat itu 50 orang. Ada lima orang yang mendaftar dari Teknik Kimia. Karena yang mendaftar sedikit, sempat beranggapan ini perusahaan tidak bonafit. Dirut pun lolos hingga tersisa sepuluh orang.

Anggapan itu sangat berbeda dengan di Cepu. Saat pulang ke Cepu mendapat informasi jika PG buka lowongan, peserta yang mengikuti tes bisa satu stadion. Bahkan ada yang jual buku panduan tes, berarti PG perusahaan besar

Gaji pertama Dirut di PG Rp 135 ribu. Padahal uang saku per bulan saat kuliah di Bandung Rp 100 ribu. Dengan gaji sedikit itu, saudara dan teman Dirut yang juga mengikuti tes menjadi bimbang, apakah melanjutkan tes wawancara apa tidak. Tapi Dirut memantapkan hati untuk berangkat. Hingga akhirnya diterima di PG.

Tapi di saat yang sama, di PT Pertamina Dirut mengikuti tes tahap III hingga akhirnya menjadi bimbang. Di tengah kebingungan itu, Dirut menyandarkan semua ke Ibu.

“Ibu saya meminta untuk menjalani yang sudah pasti. DI Pertamina kan saya masih ada tes-tes lagi, tapi di PG saya sudah diterima. Akhirnya saya memilih PG,” ungkap Dirut.

Dirut masuk PG pada 10 Agustus 1992. Sebelas orang diterima, tapi yang masuk sepuluh, lima dari Jurusan Teknik Kimia, dan lima dari Teknik Mesin.

Dirut di PG juga tidak pernah bercita-cita menjadi Direktur. Tapi saat itu, Dirut mengagumi Rauf Purnama (Dirut PG Periode 1995-2001). Rauf Purnana pernah berpesan, "Kalau bekerja ya bekerja yang baik-baik saja, maka yang lain akan mengikuti." Hal itulah yang menjadi pegangan Dirut, hingga sekarang.

Setelah diterima, ditempatkan di Biro Pengembangan Usaha. Kala itu Dirut juga pertama memegang komputer, Ia rela pulang telat hanya untuk belajar komputer, ini totalitas dan fokus.

Apakah pekerjaan itu sudah sesuai passion? Dirut menyampaikan jika semua yang kita lakukan harus sesuai keinginan itu tidak mungkin. Tapi jika apa yang dimiliki tidak sesuai keinginan, maka belajarlah mencintainya, sehingga akan muncul passion dengan sendirinya.

Dirut juga menyampaikan, dalam bekerja harus menjadi diri sendiri. "Be yourself." Kalau tidak, maka Anda akan mengeluarkan energi untuk berangan-angan seperti yang Anda inginkan.

Setelah sebelas tahun di Biro Pengembangan Usaha, dipindah ke pabrik sebagai Kabag Utilitas I. Dirut berpesan setiap penugasan yang baru, anggaplah Anda mendapatkan tantangan. Jika tidak akan membuat cepat bosan. Atau jika perlu, ciptakan tantangan. Setiap kali berhasil melampaui tantangan, akan menjadikan pribadi yang lebih baik.

Jangan pernah berpikir besar jika tidak pernah melalui hal kecil. Jangan remehkan hal yang sederhana.

Ditanya terkait impian, secara pribadi, Dirut mengaku belum banyak melakukan hal untuk PG, tapi telah mendapatkan hal banyak dari PG.

Ia ingin bisa seperti founding father PG, memberikan kontribusi yang signifikan buat PG. PG seperti sekarang juga karena para founding father. Sebagai seorang leader, Ia ingin bisa menjadi teman para karyawan untuk barsama membawa perubahan.

Dirut juga ingin membuat produk PG seefesien mungkin. Semua pabrik di PG saling terkait, jika ada yang tidak efesien di hulu, lainnya akan ketularan.

Inovasi yang dilakukan harus ditumbuhkembangkan. Inovasi yang digulirkan harus benar benar ada buktinya, atau riil.

Di akhir acara, Dirut mengutip apa yang disampaikab CEO Alibaba. "Hari ini sangat kejam, esok semakin kejam, lusa akan sangat indah, tapi sayangnya sudah banya .yang menyerah di esok malam."

Di tengah perbincangan, Dirut juga menyanyikan lagu “To Love Somebody” dari Bee Gees.*/isp.-