REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sektor pertanian harus lebih menjanjikan bisa
mensejahterakan para petani, sehingga mampu menghadapi konversi lahan
dari ancaman pembangunan industri dan perdagangan yang didukung oleh
program Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Wacana
ini terungkap dalam dialog tokoh dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo di
Gedung Andi Hakim Nasution, Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Kamis.
"Salah
satu upaya untuk mengerem alih fungsi lahan akibat adanya program MP3EI
ini adalah meningkatkan nilai pertanian. Profesi petani harus menjadi
pilihan tidak hanya sebagai budaya tetapi juga menguntungkan dari segi
finansial," ujar Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian
(KSKP) IPB, Dr Dodik R Nurrochmat.
Dodik menjelaskan, program
MP3EI menempatkan Pulau Jawa sebagai koridor industri dan perdagangan
berbenturan dengan perjuangan membangun sektor pertanian.
Menurutnya
program MP3EI membuka celah bagi pemerintah daerah untuk mengkonversi
lahan yang ada di wilayahnya untuk mendukung percepatan pembangunan
industri dan perdagangan.
Saat ini, kata dia, dari 8 juta hektar
lahan pertanian di Pulau Jawa, sebanyak 5 juta hektar lahan terancam
beralif fungsi menjadi perumahan, pabrik dan pembangunan lainnya.
Ia
mengatakan, 5 juta hektar lahan pertanian yang terancam di Pulau Jawa,
tidaklah mudah untuk memindahkan pertanian dari luar Jawa.
"Alasannya
karena infrastruktur di Jawa sudah bagus, umumnya petani di Jawa adalah
petani padi. Pusat pertanian, infrastruktur, akses ekonomi, jembatan
dan irigasi sudah ada. Tidak semudah itu memindahkan pertanian dari Jawa
ke Sumatera," ujar Dodi.
Dodik mencatat, dari 17,9 juta hektar
total lahan kehutanan yang ada di Indonesia yang bisa dialih fungsikan
tidak seluruhnya bisa digunakan sebagai lahan pertanian.
"Oleh
karena itu, petani harus bergengsi, petani perlu disubsidi seperti di
negara-negara maju, Jerman, Jepang dan Amerika, seluruh petani mendapat
subsidi yang lebih berbeda dengan negara kita yang subsidinya terbatas,"
ujar Dodik.
Selain meningkatkan sektor pertanian, infrastruktur
dan irigasi yang sudah ada harus lebih diperhatikan dengan memperbaiki
yang telah rusak.
Memperbanyak jumlah penyuluh pertanian yang
profesional dengan memiliki komitmen yang kuat untuk memberdayakan
petani agar menjadi petani yang berkualitas, ujar Dodik.
Menanggapi
ancaman alih fungsi lahan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo berkomitmen
untuk mempertahankan lahan pertanian yang ada dan mencegahnya dengan
menekan angka laju konvensi lahan di wilayah tersebut.
Pakde
Karwo menyebutkan beberapa langkah untuk melindungi lahan pertanian di
Jawa Timur dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),
maka kabupaten kota di provinsi tersebut telah memiliki peraturan daerah
terkait LP2B tersebut.
Beberapa kabupaten kota yang telah
memiliki Perda tentang LP2B yakni Kota Batu, Kabupaten Tulungagng,
Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Ngawi.
"Melindungi konversi
lahan, Jawa Timur bisa mengantisipasi dengan RTRW yang telah kita
siapkan. Saat ini sudah ada empat kabupaten kota yang memiliki Perda
untuk LP2B, selanjutan kabupaten kota lainnya masih dalam proses
pembahasan," ujar Pakde Karwo.
Sementara itu, dari data Dinas
Komunikasi dan Informasi Provinsi Jawa Timur, laju alih fungsi lahan di
Jatim dapat ditekan, hingga tahun 2011 konversi lahan pertanian di
wilayah tersebut mencapai 3.870 hektar per tahun dan terus menyusut
hingga kini berada di kisaran 1.022 hektar per tahun.
Salah satu
kebijakan Gubernur Jawa Timur yang tertera dalam Peraturan Daerah Nomor
15 Tahun 2012 menegaskan bahwa luas lahan pertanian pangan berkelanjutan
yang tidak boleh dikonversi mencapai 820.357,90 hektar, sementara lahan
pertanian di Jatim mencapai 967.012 hektar.