Titik terang menuju harapan baru bermula dari pelatihan pertanian organik pada Februari 2013. Hampir semua petani di Desa Modo dan utusan desa sekitar mengikuti forum yang diinisiasi pastor setempat. Dalam pertemuan selama tiga hari itu, disampaikan cara menanam padi yang sehat.
"Kami diajarkan menanam satu atau dua bibit saja dengan jarak 30 sentimeter di antara bibit padi yang ditanam. Awalnya kami tidak percaya. Begitu dipraktikkan, dampaknya luar biasa," ujar Fabianus, yang juga Sekretaris Desa Modo.
Sistem tanam itu berdampak maksimal berkat sentuhan pemakaian pupuk organik. Seusai pelatihan, petani gencar menggunakan pupuk organik dengan bahan-bahan yang ada di sekitar, mulai dari daun gamal, bonggol pisang, hingga siput. Bahan itu dicampur air beras dan gula. Sari bahan-bahan itu difermentasi selama 21 hari.
Air fermentasi lalu disemprot ke tanaman. Untuk padi sawah, pupuk cair disemprot pertama kali saat padi berumur 10 hari.
Semua petani dibekali pengetahuan sama untuk memproduksi pupuk organik. Dalam perjalanan, tinggal Agapitus Tandi (49) yang teguh dan menjadi produsen pupuk dengan metode olahan lokal.
Fabianus menyebutkan, pemakaian pupuk organik membuat anakan padi beranak pinak. Dengan ruang yang besar, tidak heran anakan padi bisa bertambah mencapai 60 batang.
Sejak pemakaian pupuk organik, sawah 1 hektar Fabianus mampu menghasilkan 2,5 ton beras. Produksi itu stabil dalam dua tahun terakhir. "Padahal, sebelumnya syukur-syukur kalau bisa sampai 2 ton. Ini, kan, sawah tadah hujan yang cuma sekali tanam setahun. Airnya juga setengah mati," kata transmigran asal Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, itu.
Di tanaman lain, Philipus Mei (46) ketiban tuah dari pupuk organik Agapitus. Kebun jagung seluas 70 are mampu menghasilkan 4 ton. (VIDELIS JEMALI)