Pupuk Bersubsidi Diberi Tanda Khusus

27 Januari 2015 07:51 / http://berita.suaramerdeka.com / 7604x dilihat

REMBANG – Kasus kelangkaan pupuk bersubsidi terutama jenis urea merupakan fenomena yang terjadi secara berulang-ulang hampir setiap tahun, utamanya pada musim tanam padi.

Padahal alokasi pupuk bersubsidi nasional dari 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah disesuaikan dengan kebutuhan petani. Hal itu diungkapkan Manajer Humas PT Petrokimia Gresik (PKG) Yusuf Wibisono, kemarin.

Seperti tahun 2015, alokasi pupuk bersubsidi nasional sebesar 9,55 juta ton. Perinciannya, jenis Urea 4.100.000 ton, SP-36 850.000 ton, ZA 1.050.000 ton, NPK 2.550.000 ton, dan Organik 1.000.000 ton.

Dari jumlah tersebut, PT Petrokimian Gresik merupakan pemasok paling besar, yakni 5.219.785 ton dari berbagai jenis pupuk. ”Khusus untuk jenis urea kami memasok 257.905 ton untuk tahun ini,” katanya.

Dikatakan, selama ini kebijakan produksi selalu diprioritaskan untuk memenuhi sektor subsidi. Jika penugasan (permintaan) lebih besar dari kepampuan produksi, maka akan dipenuhi dari impor.

Meski begitu kita masih sering mendengar adanya berita mengenai kelangkaan pupuk bersubsidi. Hal itu bisa terjadi karena banyak faktor penyebabnya.

Dijelaskan, persoalan yang muncul, saat ini mayoritas petani sudah memasuki musim panen, bahkan sudah ada yang memasuki periode musim tanam kedua, sehingga mulai melakukan pemupukan.

Namun fakta di lapangan, banyak pemerintah daerah belum mengeluarkan Pergub dan Perbub yang menjadi dasar penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. ”Sampai saat ini, dari 34 propinsi baru 16 propinsi yang sudah mengeluarkan pergub. Kemudian, dari 486 kabupaten/kota, baru 20 kabupaten/kota yang menerbitkan perbup.”

Penyerapan

Selain itu, rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang disusun oleh Gapoktan dan Dinas Pertanian setempat banyak yang belum terbit.

Ditambah lagi dengan adanya pergeseran iklim yang mempengaruhi jadwal musim tanam petani. Persoalan lainnya, terjadinya perluasan lahan dari area eks hutan yang sebelumnya tidak diperhitungkan dalam areal konsumsi pupuk.

Termasuk adanya petani yang belum terdaftar dalam kelompok tani, sehingga tidak memiliki RDKK. Lagi pula banyak petani yang belum menerapkan pemupukan berimbang, bahkan menggunakan pupuk secara berlebihan.

”Hal seperti itulah yang bisa mengakibatkan tingginya penyerapan pupuk bersubsidi, sehingga muncul berita pupuk lanngka,” jelas Yusuf Wibisono, didampingi Kabag Infokom Widodo Heru dan Staf Hubungan Media Edri Gasyaf.

Meski begitu, pihaknya tetap berupaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya dari sisi distribusi pupuk, disediakan stok di gudang-gudang untuk kebutuhan dua minggu, sesuai Permendag. Mendorong dan membantu dinas setempat agar RDKK, Pergub, dan Perbub segera diterbitkan. Untuk daerah yang belum memiliki Pergub/- Perbub, PKG menyalurkan berdasarkan alokasi penyaluran tahun sebelumnya.

”Kami bekerja sama dengan pihak terkait juga melakukan pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di distributor dan kios,” katanya.

Selain itu juga ada upaya untuk pencegahan penyelewengan pupuk bersubsidi, misalnya dengan pemberian bag kode untuk kepentingan penelusuran atas kualitas produk dan identifikasi asal produk.

Selebihnya adalah pewarnaan pada pupuk subsidi (pink pada Urea dan orange pada ZA), serta pemberian stiker pada truk pengangkut pupuk bersubsidi. Dengan cara itu peredaran pupuk bersubsidi akan lebih mudah diawasi.(jl-44)

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pupuk-bersubsidi-diberi-tanda-khusus/