Dahlan Iskan (*)
Jakarta (ANTARA News) - Meski pengadaan beras tahun ini sudah mencapai 3,1
juta ton, Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso masih terus keliling daerah.
Hari Minggu kemarin, misalnya, Sutarto masih “liburan” di sawah-sawah di
sekitar Jogja.
“Tahun ini, target kami 3,6 juta ton,” katanya. Sebuah target yang ambisius
yang membuat seluruh jajaran Bulog kerja keras tanpa weekend.
Bulog memang seperti sedang “balas dendam”: target satu tahun itu dibuat
sama dengan hasil pengadaan beras selama dua tahun sebelumnya dijadikan
satu.
Bulog pun mengerahkan “pasukan semut” yang merayap ke desa-desa dan ke
sawah-sawah di seluruh Indonesia.
Seluruh jajaran pemerintah memang terlihat all out tahun ini.
Besarnya impor beras tahun lalu (dan tahun sebelumnya) memang cukup membuat kita
malu.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa hampir tiap minggu mengadakan rapat
pengadaan beras. Menteri Keuangan Agus Martowardojo tahun ini mencairkan uang
muka pengadaan beras lebih cepat dari biasanya.
Dan Tuhan memberikan iklim yang luar biasa.
Tahun ini iklim sangat bagus bagi seluruh petani beras, tebu, dan tembakau.
Hujan tahun ini sangat deras di awal tahun, berkurang di pertengahan, dan kering
di musim kemarau.
Panen padi melimpah di mana-mana. Panen tembakau mencapai puncak panen
rayanya. Dan panen tebu menghasilkan rendemen yang luar biasa.
Di tengah krisis pangan dunia saat ini, iklim yang begitu bagus yang
diberikan Tuhan tahun ini memang harus disyukuri dengan kerja keras.
Apalagi kalau bulan depan Tuhan sudah memberikan hujan untuk Jawa. Saat ini
hujan memang sudah sampai di Sumatera dan semoga, seperti diramalkan oleh ahli
cuaca, bulan depan sudah tiba di Jawa.
“Kalau sampai akhir Oktober belum ada hujan, kita memang harus waspada.
Pengadaan beras bisa-bisa tidak mencapai target,” kata Sutarto.
Itu karena petani sudah sangat pandai. Begitu pertengahan Oktober belum ada
hujan, petani tidak akan jual gabah lagi.
Gabah itu akan ditahan di rumah masing-masing untuk cadangan pangan. Ini
karena petani tahu kalau hujannya mundur, musim tanamnya juga akan mundur, yang
berarti musim panen berikutnya juga mundur.
Mereka perlu cadangan pangan lebih banyak di rumah masing-masing.
Saat ini seluruh gudang Bulog penuh dengan beras. “Hari ini, beras kami
yang ada di gudang mencapai 2,1 juta ton,” ujar Sutarto.
Angka itu perlu dikemukakan karena belum pernah Bulog memiliki beras dari
pengadaannya sendiri sebanyak itu. “Entah sudah berapa tahun kami belum pernah
mencapai angka rata-rata setinggi ini,” katanya.
Kalau begitu, apakah tahun ini Indonesia sudah terbebas dari keharusan
impor beras? Teoritis, beras memang sudah cukup. Impor tidak perlu lagi.
Namun keputusan untuk tidak impor beras sebaiknya juga tidak perlu kesusu.
Kalau pun Indonesia perlu impor beras, tujuannya bukan lagi untuk mencukupi
kebutuhan, melainkan sekadar untuk “jaga-jaga”.
Jumlahnya pun tentu tidak akan besar. “Jaga-jaga” itu juga penting
mengingat kecukupan beras tidak bisa disepelekan --misalnya sekadar karena untuk
gagah-gagahan.
Semangat petani menanam padi memang menyala-nyala. Dengan harga beras
sekarang ini, petani “lupa” menanam yang lain, misalnya kedelai.
Sepanjang harga kedelai hanya sedikit di atas harga beras (apalagi sama
dengan harga beras), tidak akan ada petani yang mau menanam kedelai.
Saat ini tanaman yang bisa bersaing dengan padi hanyalah tebu. Dengan
perbaikan manajemen di seluruh pabrik gula BUMN, hasil gula yang diraih petani
saat ini sangat memuaskan.
BUMN sendiri akan terus meningkatkan bantuannya untuk dua komoditi itu.
Bahkan di musim tanam yang akan datang, program BUMN yang disebut Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), dengan program yarnen
alias bayar setelah panen, dinaikkan dua kali lipat.
Dalam program yarnen ini, BUMN memberikan pinjaman bibit unggul dan pupuk
yang semuanya tepat waktu.
Dengan demikian petani tidak asal membeli benih (misalnya cari benih yang
murah yang disesuaikan dengan kemampuan keuangannya). Demikian juga petani tidak
asal membeli pupuk, bahkan kadang tertipu pupuk palsu.
Mengingat hasil program yarnen tahun ini sangat menggembirakan, maka BUMN
meningkatkan program yarnen hingga mencapai 3,2 juta hektar.
Dengan program ini, sawah yang semula hanya menghasilkan 5,5 ton/ha bisa
menghasilkan 7 ton/ha. Di atas kertas program ini akan menyumbangkan kenaikan
produksi beras sebesar 1,5 juta ton setahun (dua kali panen).
Seluruh BUMN bidang pangan (PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, PT Pupuk
Indonesia, dan Perum Bulog) terjun secara total-football.
Masing-masing mendapat jatah “yarnen” sekian ratus ribu hektar. Lengkap
dengan kewajiban pembinaannya.
Manajemen di masing-masing perusahaan itu (termasuk anak-anak perusahaan
mereka) memang sudah selesai ditata. Sudah siap terjun ke sawah lebih
dalam.
Konsep dream team tidak hanya berlaku untuk masing-masing perusahaan
tapi juga untuk seluruh klaster BUMN bidang pangan.
Tidak boleh lagi di antara perusahaan itu yang, misalnya,
senggol-senggolan. Apalagi sikut-sikutan. Semua harus menyatu untuk kesuksesan
program pemerintah di bidang pangan.
Bentuk kekompakan itu juga harus bisa dilihat di lapangan. Mereka sudah
memutuskan untuk melakukan rayonisasi.
Tidak akan ada lagi istilah “rebutan” lahan. Kalau di satu kecamatan sudah
ada PT Sang Hyang Seri, misalnya, tidak boleh lagi PT Pertani masuk ke kecamatan
itu. Apalagi dengan program yang berbeda. Itu akan membuat petani
bingung.
Maka minggu-minggu ini akan ada “serah-terima” wilayah. Siapa yang harus
mundur dari kecamatan tertentu dan siapa yang harus maju di kecamatan tersebut.
Satu perusahaan punya tanggungjawab wilayah yang jelas.
Pemetaan sudah selesai. Terkomputerisasi. Bagi yang ingin tahu kecamatan
apa di bawah binaan perusahaan yang mana bisa dilihat di data-base BUMN bidang
pangan. Lengkap dengan data kios-kios pertaniannya.
Perkiosan ini juga ditata ulang. Tidak berjalan sendiri-sendiri dengan
modelnya sendiri-sendiri. Kios milik PT Sang Hyang Seri, misalnya, harus juga
menjual produk PT Pertani, PT Pupuk Indonesia, dan Perum Bulog. Demikian juga
sebaliknya.
Tidak boleh lagi petani dibuat mondar-mandir. Misalnya, untuk membeli bibit
unggul harus mencari kios SHS. Lalu untuk membeli pembasmi hama harus lari ke
kios PT Pertani.
Dan untuk membeli pupuk harus mencari kios PT Pupuk Indonesia. Semua barang
harus ada di semua kios. BUMN mana pun pemiliknya.
Karena penataan ini menyangkut seluruh infrastruktur di seluruh kabupaten
di seluruh Indonesia, maka perlu juga dikontrol pelaksanaannya.
Mana yang sudah sempurna dan mana yang masih belum berjalan. Seluruh
direksi BUMN pangan sudah all out mengusahakannya, tapi siapa tahu masih
ada yang terlena.
Arifin Tasrif, Dirut PT Pupuk Indonesia yang menjadi “ketua kelas” kelompok
ini juga sudah menyiapkan pasukan khusus: brigade hama.
Di setiap kabupaten disiapkan satu brigade hama. Dilengkapi dengan sarana
dan bahan-bahan yang diperlukan. Termasuk data jenis-jenis hama yang biasa
muncul di suatu kawasan.
Brigade hama ini sudah terlatih. Nama-nama anggota brigade pun sudah
ditentukan untuk setiap kabupaten lengkap dengan nomor handphone
mereka.
Mereka juga wajib tinggal di kabupaten itu dan aktif memonitor
lapangan.
Pembagian yang jelas tidak hanya menyangkut wilayah binaan, tapi juga
bidang usaha. Dirut Sang Hyang Seri yang baru, Kaharuddin, memilih
mengkhususkan diri di bidang penyediaan benih unggul. Titik. Tidak akan
main-main di pupuk.
Untuk 3,2 juta hektar program yarnen tersebut, misalnya, semua benihnya
dicukupi oleh SHS.
PT Pertani, konsentrasi di bidang pasca panen. Dirut PT Pertani yang baru,
Eddy Budiono, tidak perlu lagi rebutan dan jegal-jegalan untuk memenangkan
proyek benih, misalnya. Atau memenangkan proyek pupuk. PT Pertani akan
konsentrasi pada penanganan gabah.
Gedungnya yang baru di daerah Pasar Minggu nanti pun akan diberi nama Graha
Gabah.
Sedang PT Pupuk Indonesia akan sepenuhnya bertanggungjawab untuk penyediaan
pupuk dan brigade hamanya.
Ditingkatkannya program yarnen secara drastis ini sekalian untuk
mengkompensasi kemungkinan mundurnya program pencetakan sawah baru, akibat lahan
yang dicadangkan di Kaltim ternyata tidak tersedia.
Program pangan ini memang besar, menantang, dan mulia. Manajemen yang
diperlukan juga amat khas dan njelimet. Tapi pengalaman menarik dalam menangani
yarnen tahun ini, telah menimbulkan optimisme yang besar untuk mampu
melipatduakannya tahun depan.
Melihat senangnya para petani yang terlibat di program ini, menimbulkan
gairah untuk terus dan terus meningkatkannya.
Deputi Menteri BUMN bidang ini, M Zamkhani, juga masih sangat muda dan
enerjik untuk mengkoordinasikan semua itu. Musim tanam yang akan datang,
insya-Allah dua bulan lagi, adalah kick off yang sebenarnya.
(*) Menteri BUMN