Tingkat kesadaran petani di Kabupaten Grobogan akan pentingnya pupuk organik untuk kesuburan tanah memang masih tidak terlalu tinggi. Hal ini diakui oleh Edhie Sudaryanto, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan. Kondisi ini terjadi khususnya pada petani pangan dan palawija. Berbeda dengan petani hortikultura, yang hampir semuanya sudah mengaplikasikan pupuk organik.
“Kondisi ini merupakan tantangan bagi kami, mengingat tingkat kesuburan tanah di Grobogan relatif rendah. Kami pernah melakukan pengujian sampel tanah sawah di beberapa lokasi, kandungan organiknya hanya sekitar 2 %. Ini yang membuat kami mempunyai obsesi untuk meningkatkan menjadi 5 %,” katanya.
Edhie berharap acara Gebyar Petroganik di di Desa Mangunsari, Kecamatan Tegowanu, Grobogan pada Rabu (19/9) ini, bisa menjadi pemicu peningkatan kesadaran masyarakat akan hal tersebut. Kebanyakan petani inginnya serba instan, begitu dilakukan pemupukan langsung kelihatan hasilnya. Sedangkan efek dari pupuk organik butuh waktu yang tidak sebentar.
“Pupuk organik sangat penting untuk kesuburan tanah. Kita tahu bahwa hampir 80 % tanah di Grobogan jenisnya gromosol, tanah liat. Jika tidak menggunakan pupuk organik yang cukup, tanah jenis ini membuat tanaman sulit menyerap unsur hara. Inilah yang menjadi salah satu sebab produktivitas padi di Grobogan masih harus ditingkatkan,” ujarnya.
Menurut alumnus IPB ini, produktivitas padi di Grobogan rata-rata 6,5 ton per hektar, meskipun angka ini masih di atas rata-rata Provinsi Jawa Tengah, tetapi masih bisa ditingkatkan lagi menjadi 7 ton per hektar. Salah satu faktornya, papar Edhie, karena rendahnya penggunaan pupuk organik.
“Meskipun para petani sudah banyak yang menggunakan pupuk majemuk, tapi untuk aplikasi pupuk organik ini yang masih harus disosialisasikan terus. Kami berharap agar petani tidak hanya berpikir masa sekarang, tapi juga harus berpikir ke depannya. Karena semakin lama akan terjadi degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus,” tegasnya.
Mengenai apikasi ideal pupuk organik untuk tiap hektarnya, suami dari Wahyuningrum ini menyampaikan bahwa antara wilayah satu dengan lainnya tidak sama. Seperti Kecamatan Toroh dan Kecamatan Godong, penggunaan pupuk kimianya sangat tinggi, tentunya membutuhkan pupuk organik yang banyak.
“Kisaran kami, idealnya untuk tiap hektar dibutuhkan 1 ton pupuk organik. Dari sisi biaya, jumlah tersebut relatif bisa terjangkau oleh petani dan efektif bagi pertanaman dan tanah. Seperti kita tahu pupuk organik itu tidak hanya bermanfaat bagi tanaman saja, tapi juga untuk kesuburan tanah,” jelasnya.
Berdasarkan pengalaman, tutur Edhie, pupuk organik baru akan terlihat hasilnya ketika diaplikasikan pada tiga kali tanam secara terus-menerus selama satu tahun.
Bapak dua anak ini mengakui, meskipun masih rendah, ada peningkatan penggunaan pupuk organik di Grobogan dari tahun ke tahun. Petroganik (pupuk organik subsidi produksi PT Petrokimia Gresik) misalnya, dua tahun yang lalu masih terserap 5 ribu ton, tahun 2017 sudah meningkat menjadi 8 ribu ton. Tahun ini pihaknya menargetkan 10 ribu ton.
“Untuk membangun kesadaran akan pentingnya peran pupuk organik, kami berharap ada sinergi antara pemerintah, BUMN produsen pupuk, pihak swasta dan petani. Tidak cukup dari penyuluh pertanian saja. Karena masalah pangan merupakan tanggung jawab kita semua, bukan hanya tanggung jawab pemerintah,” terangnya.
Oleh sebab itu dia sangat mendukung dan mengucapkan terima kasih kepada PT Petrokimia Gresik dan Mitra Produksi Petroganik, yang sudah mengadakan acara Gebyar Petroganik di Grobogan. Karena acara tersebut merupakan salah satu bentuk kampanye pentingnya aplikasi pupuk organik. (Made Wirya)
Berita terkait : Hujan Hadiah di Gebyar Petroganik Grobogan