Dir SDM dan Umum Pompa Semangat Revolusi Karyawan

01 Maret 2016 09:33 / Humas PG / 7744x dilihat

WACANA pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah semakin menguat. Ini akan menjadi tantangan bagi PT Petrokimia Gresik (PG). Apalagi, saat ini Indonesia sudah memasuki era keterbukaan atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Karena itu, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum PG, Rahmad Pribadi ingin memompa kembali semangat revolusi karyawan PG untuk menghadapi tantangan itu. "Kita harus melangkah di jalan yang tidak umum (revolusi, Red), memang berat tapi akan membawa pada kebenaran," kata Dir SDM dan Umum dalam acara Townhall Meeting Direktorat Utama, serta Direktorat SDM dan Umum yang dilaksanakan lesehan di Wisma Kebomas PG, 29 Februari 2016.

Saat ini sudah masuk era keterbukaan. Kalau perusahaan pupuk dari China, Eropa, Amerika Serikat (AS) masuk ke Indonesia, otomatis pasar PG tergerus. Perlu diketahui juga bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dianggarkan Rp 30 Triliun untuk subsidi pupuk. Tapi dengan anggaran sekitar 2 persen dari APBN itu, kesejahteraan petani belum juga membaik. Olehnya pemerintah ingin mengalihkan subsidi ini pada program yang lebih efektif

Belum lagi sekarang perekonomian dunia melemah, ekonomi nasional juga belum menunjukkan tanda-tanda yang membaik. Harga komoditas anjlok, termasuk gabah. Di Jawa Barat dan Jawa Timur biasanya harga gabah mencapai Rp 5.000 per kilogram (kg), sekarang hanya Rp 4.000an saja.

"Kondisi ini yang menjadi pemikiran dewan Direksi. Karena itu kita diminta untuk melakukan efesiensi," ujarnya.

Dir SDM dan Umum memastikan jika sampai saat ini tidak ada opsi mengurangi karyawan untuk menghadapi pencabutan subsidi dan efesiensi. Tapi di jiwa setiap karyawan PG harus tumbuh jiwa revolusi yang pernah berkobar beberapa tahun lalu.

Zaman dulu inovasi perusahaan pupuk yang paling hebat adalah urea tablet. Sebab urea sebelumnya kalau disebarkan banyak yang hilang. Tapi inovasi ini tidak laku.

Kemudian dicoba butirannya lebih besar, atau yang dikenal dengan urea granul. Ini juga sama dengan urea tablet, tidak diminati petani.

Kemudian PG melakukan revolusi dengan membuat pupuk NPK sepuluh tahun yang lalu. Ini ide luar biasa, perusahaan pupuk tidak pernah memikirkan compound fertilizers, atau menggabungkan tiga unsur, yaitu N (Nitrogen), P (Phospate), dan K (Kalium).

Selanjutnya PG berjuang keras agar NPK ini laku di pasar. "Saat itu Dirut PG selalu mempromosikan ke teman-temannya setiap kali bermain golf. Saya pikir hal biasa, karena Dirut gajinya besar, wajar jika mempromosikan produknya," kata Rahmad Pribadi.

Tapi, Dir SDM dan Umum itu mengaku terkejut karena staf PG di level paling bawah juga rela naik motor ke gunung-gunung untuk memasarkan dan mensosialisasikan NPK. Ini tidak hanya revolusi industri tapi juga revolusi organisasi.

"Kita ingin semangat itu muncul sekarang, menghadapi dicabutnya subsidi," tandasnya.

Revolusi yang dilakukan PG berikutnya adalah Petroganik. Dengan komposisi penanaman 5:3:2, produksi padi meningkat menjadi 10 ton per hektare, padahal biasanya hanya 6 ton. Yang dimaksud komposisi 5:3:2 adalah, 500 kg pupuk organik, 300 kg Phonska, dan 200 kg Urea untuk tiap satuan hektare.

Sementara komposisi subsidi pemerintah sekarang terbalik, dari 9,5 juta ton pupuk subsidi, 50 persen untuk Urea, selanjutnya NPK, dan paling sedikit atau kisaran 10 persen untuk pupuk organik.

"Jadi dalam menghadapi tantangan ini, PG dituntut untuk menjadi cost leader (memberikan harga termurah, Red). Sehingga mampu memimpin pasar," ujar Rahmad Pribadi.

Sementara itu, Dir SDM dan Umum juga meminta acara distribution D (komunikasi antara direksi dan karyawan) seperti townhall meeting itu rutin dilakukan. Itu untuk menyelaraskan apa yang menjadi pikiran direksi ke seluruh karyawan PG. Harapannya selanjutnya disampaikan ke semua pihak, termasuk keluarga.

Setiap karyawan PG juga diminta untuk memiliki email, tujuannya jika ada hal-hal yang urgent ingin disampaikan direksi, bisa langsung lewat email.

"Distribution D, tidak hanya bisa dilakukan dengan tatap muka tapi juga dapat memanfaatkan teknologi. Tatap muka terlalu sering justru akan menggangu kerja," pungkasnya.(Dep Humas)